Maret lalu menandai “usainya” masa perkuliahanku: aku wisuda. Entah momen ini atau memang kebelet liburan, aku tiba-tiba ingin menantang diri dengan mencoba kegiatan yang belum pernah aku lakukan: hiking alias mendaki gunung. Tengah malam langsung berselancar Instagram dan menemukan open trip Kawah Ijen Banyuwangi.
I’d never been an adventurous girl, honestly. Selalu menghindari kegiatan alam ketika sambang desa atau waktu KKN (kuliah kerja nyata).
Jadi, dari awal udah enggak berekspektasi tinggi — pokoknya coba hiking dan pulang dengan selamat. Ternyata, keputusan impulsif ini membawa lebih banyak momen yang berkesan melebihi perkiraanku.
Nikmati konten ini dalam bentuk video:
Detail Paket Open Trip Kawah Ijen Banyuwangi
Aku ikutan open trip dari agen travel Sumovacations — yang lucunya, ternyata pemiliknya adalah kakak dari siswa yang aku LO-in pas SMA dulu!
Harga paket open trip Kawah Ijennya dengan meeting point Malang adalah Rp 300 ribu, dengan fasilitas termasuk:
- Transportasi dan sopir ( termasuk tol, parkir, charger)
- Tour leader dan dokumentasi
- Tiket wisata
- Air mineral 600ml
Waktu itu lagi ada promo, dan aku dapat penyewaan track pole gratis juga. Makanan dan kebutuhan pribadi kayak obat-obatan dan oleh-oleh enggak termasuk, ya!
Hari Pertama (26 Maret 2022) — Perjalanan ke Kawah Ijen
Perjalanan dari Malang dimulai sekitar 14.30 menuju ke meeting point Sidoarjo dan Surabaya, lanjut ke Banyuwanginya sekitar jam 6 (lama nungguin peserta open trip dari Surabaya, heu).
Setelah itu, makan malam dulu di Depot Titin Khas Trenggalek di Pasuruan. Selanjutnya, entah apa yang terjadi karena aku minum antimo biar tidur dan sampai di area Ijennya jam 1 dini hari.
Aku bersyukur aku minum antimo selama perjalanan dari Surabaya-Ijen, jadi sempat tidur kurang lebih 4 jam. Ada salah satu anggota open trip yang tiba-tiba pusing dan berhenti di tengah jalan karena dia kurang tidur, padahal dia cukup sering naik gunung (yang kemah).
Hari Kedua (27 Maret 2022) — Naik-Turun Gunung, Pantai Bama, Taman Nasional Baluran
Pendakian Kawah Ijen
Pendakian dimulai sekitar pukul setengah 3 dini hari.
Karena baru pertama kali hiking, aku amazed sama antusiasme dan rasa kebersamaan yang ditularkan antarpendaki. Aku enggak merasa sendirian, we’ll do this together.
Namun, ternyata satu per satu tumbang atau memilih naik “gerobak” yang didorong/ditarik sama satu atau dua ojek troli, (sepertinya) tergantung berat badan penumpang.
Setauku, harga gerobak Ijen ini adalah Rp 300-400 ribu buat sekali perjalanan (naik atau turun, jadi kalau PP bisa Rp 600-800 ribu). Tapi tarif ini tergantung sama jarak ke puncak atau gapura masuknya sih (semakin dekat, tarifnya bakal semakin murah).
Karena aku enggak mau mengkhianati usahaku lari pagi dan workout selama 2 mingguan terakhir (dan biar enggak ngeluarin duit) aku terus naik walaupun sering banget berhenti.
Jujur, medannya berat buat aku — jalan licin dan trek menanjak mulu dengan kemiringan tajam. Untungnya, anggota open trip lain cukup sabar dan paham enggak semua peserta terbiasa naik gunung, hehe.
Setelah sekitar 2 jam pendakian, baru trek agak datar! And I wonder emang apakah gunung lain kayak gini ya… Enggak heran tips mendaki gunung pemula banyak yang nyaranin buat renang dan olahraga cardio buat melatih nafas, di samping jalan kaki atau lari buat melatih otot kaki sebelum mendaki.
Sepanjang perjalanan, aku amazed (sekali lagi) dengan betapa indahnya langit malam di pegunungan — banyaaak banget bintang kayak ketombe. Ketika udah agak di atas, kelihatan juga pemandangan kota beserta lampu-lampunya, cantiiik banget!
Puncak Kawah Ijen
Rombongan open trip kami tiba di puncak Ijen kurang lebih jam 5. Matahari udah mulai terbit — dan pemandangan ungu-oranye-biru benar-benar bikin trenyuh. Apalagi, mengingat perjalanan yang aku tempuh buat sampai di puncak!
Sayangnya, kami enggak bisa lihat Api Biru atau Blue Fire di bawah karena areanya ditutup sampai lebaran (bulan Mei).
Setelah matahari makin ke atas, tampaklah hijaunya bukit dan birunya kawah. One word: BREATHTAKING! Momen ini hanya sebentar sih, karena mendung dan mulai tertutup awan/asap belerang (?).
Turun Gunung
Pas kami turun, bau belerangnya mulai menyengat dan asap/awannya cukup menutupi pemandangan.
Jalan masih liciin, yaampun! Dan, aku benar-benar takjub sama diri sendiri pas turun, “Malam tadi itu aku ngelewatin jalan kayak gini dan nanjak?! Wow.”
Syukurnya, pemandangan turun pun enggak kalah epik dari yang di puncak.
Pantai Bama dan Taman Nasional Baluran
Pukul 9, kami meluncur ke Pantai Bama dan Taman Nasional Baluran (masih satu area). Sempat makan dulu dan tiba di tujuan sekitar jam 11.30 siang.
Yang agak bikin was-was adalah tiba-tiba hujan deras di pintu masuk Baluran. Syukur deh, udah reda di tengah jalan!
Jujur agak kecewa sih waktu udah sampai pantainya — jauh lebih bagus di Malang! Di pinggiran pantai juga banyak monyet, yang bikin kesel karena mencuri jajananku…
Alhasil, aku cuma ayunan bentar dan kami lanjut ke area Taman Nasional Balurannya. Gemes banget lihat rusa berlari-larian bebas bahkan sampai ke tengah jalan! Di sini, kami hanya berhenti di spot-spot foto aja.
Makan Malam di Pantai Bohay
Setelah dari pantai, kami melanjutkan perjalan menuju wisata dan resto buat makan malam, Pantai Bohay di Probolinggo dekat PLTU Paiton.
Restonya semi outdoor dengan dekorasi bambu dan kayu. Dari pinggiran pantainya bisa melihat kerlap-kerlip PLTU Paiton dan ada live music-nya.
Makanannya lumayan dengan harga standar, total pesananku — udang asam manis + nasi dan kelapa muda — adalah Rp 47 ribu. Setelah kenyang, aku masuk ke Hiace-nya lagi dan sampai Malang sekitar pukul 1 dini hari.
Kesimpulan
Jadi, apakah aku merekomendasikan open trip Kawah Ijen Banyuwangi? Absolutely! Puncaknya worth the effort meskipun aku enggak bisa lihat Blue Fire.
This trip makes me realize how valuable youth and a healthy lifestyle are.
Selama proses mendaki lihat rombongan ibu-ibu atau bapak-bapak yang akhirnya berhenti di tengah jalan atau bayar gerobak buat ke puncak. I mean, kalau kita mendaki pas masa muda dan sehat, we’re most likely to save some money dan menikmati perjalanan — meski tetep siap sedia koyo dan masuk angin, sih, hehehe.
Dibandingkan solo traveling, open trip lebih murah dan aku tinggal duduk manis selama perjalanan. Meski enggak bisa sefleksibel solo traveling, open trip bikin enggak pusing mikirin itinerary, transportasi, dan lainnya. Bonus dapat temen baru juga!
dari aku yang pengin eksplor lebih banyak tempat lagi,
Comments
6 responses to “Kawah Ijen Banyuwangi: Pengalaman Open Trip dan Hiking Pertama”
Wah masyaa Allah jd pengen negdaki lagi, huft tp ngga ada temennya. Btw kawah ijen cantik banget
Bisa ikut open trip kak, jadi bisa tetap jalan-jalan sama rombongan, meskipun strangers hehe
Seru kak perjalanannya..
jadi pengen juga kapan-kapan jalan ke kawah ijen. pemandangannya keren
Seru banget kaaak!! Aku udah lama pengen coba open trip gitu, berarti sama strangers gitu ya kak? Nambah pengalaman dan temen baru banyak berartii hihi. And the looks is absolutely stunning.. Wishlistku juga ke Gunung Ijen tuuh
Pas banget infonya, karena sedang ngumpulin info ttg trip ke Ijen. Berarti kalo langsung ketemu di Banyuwangi, bisa lebih murah kali, ya.