Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi | Penulis: Yusi Avianto Pareanom | Penerbit: Banana Publisher, 2016 | ISBN: 9789791079525 | Harga: Rp. 102.000 (aku sendiri pinjam perpus kampus hehe)
Pertama dengar judulnya waktu tugas analisis journal.
Ke-kepo-anku semakin menggebu sama novel ini karena doi nih jadi urutan kedua di list “Buku Indonesia Yang Akan Menjadi Kanon di 2050” setelah novel Eka Kurniawan “Cantik itu Luka”. Eh, ketemu jodoh bukunya di perpustakaan kampus.
Novel Raden MandasiaSi Pencuri Daging Sapi membuat empunya, Yusi Avianto Pareanom dianugerahi Prosa Terbaik Kusala Sasra Khatulistiwa 2018, dan deretan penghargaan lainnya. So, nggak perlu diragukan lagi dong kualitasnya.
Sebuah kapal memang tak boleh sempurna. Sesuatu yang sempurna tak punya hasrat mencari lagi. Sebuah perahu yang sempurna tak akan butuh lagi mencari ikan, muatan, teman, pelanggan, bahkan tanah baru.
Sinopsis Raden Mandala Si Pencuri Daging Sapi
Diceritakan dengan sudut pandang pertama Sungu Lembu, seorang raden dari Kerajaan Banjaran Waru. Ia menyimpan dendam pada Kerajaan Gilingwesi karena membuat kerajaannya menyerah tanpa perlawanan. Namun, permintaan terakhir ‘kekasihnya’, Nyai Manggis, pemilik rumah dadu di Kelapa, membuat Sungu harus berkelana bersama pangeran Gilingwesi, Raden Mandasia menuju Kerajaan Gerbang Agung.
Bersama dengan Raden Mandasia, muncul berbagai perasaan yang berkecamuk dalam pikiran dan batinnya: Apa benar melihat kepala Prabu dari Gilingwesi menggelinding akan membuat dendamnya beserta dendam rakyat Banjaran Waru sirna?
Tak ada senjata yang lebih tajam ketimbang akal, tak ada perisai yang lebih ampuh ketimbang nyali, dan tak ada siasat yang lebih unggul ketimbang hati
Resensi Buku Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi
Have I ever told you kalau aku suka banget sama cerita kerajaan? Meski diceritakan dengan sudut pandang Sungu yang suka mengumpat-umpat ‘anjing‘, diksi yang digunakan sangatlah santun dan luhur. Terutama di bagian percakapan Raja, dan orang-orang yang memiliki kedudukan terhormat.
Standing applause juga untuk penulis yang memberi nama banyak sekali orang (Prabu Gilingwesi punya 27 anak!) Belum terhitung tokoh-tokoh lain. Begitu pula nama-nama daerah yang sebenarnya menyentil realita. Kepulauan rempah-rempah (Indonesia?), Gurun Sahara, dan lainnya.
Belum lagi diaplikasikannya berbagai dongeng di nusantara, membuat mataku semakin terpana. The ending is satisfying and quite surprising 😀 Dan misteri tujuan Prabu Gilingwesi menyerang Kerajaan Gerbang Agung terjawab dengan sebuah dongeng yang sangat
familiar dengan kita.
Namun, ini yang menurutku agak mengganjal. Setelah mengikuti petualangan Raden Mandasia dan Sungu Lembu, latar belakang penyerangan Gilingwesi ke Gerbang Agung yang ‘menghadirkan hujan mayat belasan ribu dari langit’ membuatku membatin “Ha? Alasannya gini aja?”
Yang paling bikin gemas adalah kedunguan Sungu. Pandai sekali dia mengundang tawa dengan kelakuannya. Kadang agak kontradiktif di sini, mengingat dia cukup ‘berpendidikan’, tapi kelakuan dan perkataannya bikin geleng-geleng kepala, seperti ketika ia membujuk Nyai Manggis ‘menemaninya’, keplin-planannya dalam berbuat, bahkan cara dia mengumpat.
Satu ekor babi panggang utuh setiap harinya? Alangkah babinya
Nggak heran Goodreads menempatkan buku Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi karya Yuvi Avianto ini sebagai “Buku Indonesia Yang Akan Menjadi Kanon di 2050”. Sangat undeniable. Dan sepertinya buku ini akan selalu memiliki tempat di pikiranku.
Salam anjing dari penulis yang jatmika WKWK
Comments
One response to “[Resensi Buku] Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi oleh Yusi Avianto Pareanom”